Skip to main content

Revisi PP 109/2012 : Solusi untuk Mengurangi Indonesia Darurat Perokok Anak

 Apa itu rokok?

Rokok merupakan barang berbentuk lintingan atau gulungan tembakau yang kemudian dibungkus, lalu digulung dengan kertas, daun, atau bahkan kulit jagung. Ukuran lintingan tersebut kira-kira sebesar  kelingking dengan panjang 8-10 cm. Biasanya, rokok dihisap oleh seseorang setelah dibakar ujungnya.


sumber foto : pexels.com

Meski hanya berbentuk lintingan, rokok mengandung banyak bahan kimia yang berbahaya. Bagaimana tidak? Hanya dengan satu hisapan saja, lebih dari 4000 jenis bahan kimia masuk ke dalam tubuh. 400 diantaranya dinyatakan beracun, sedangkan 40 diantaranya, jika terlalu sering masuk dan mengendap dalam tubuh dapat menyebabkan kanker.

Selain itu, rokok juga termasuk barang yang mengandung zat adiktif. Hal itu dikarenakan bahwa rokok dapat menyebabkan adiksi (ketagihan) dan juga dependensi (ketergantungan) bagi orang yang menghisapnya. Dalam artian, rokok termasuk dalam golongan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, Alkohol, dan Zat Adiktif).

Zat apa saja yang pada rokok?

Di antara banyaknya bahan kimia yang terdapat pada rokok, berikut ini adalah beberapa zat yang banyak dikenali.

  • Nikotin

Nikotin merupakan salah satu zat yang terdapat pada rokok. Banyak orang yang sudah mengetahui bahwa nikotin ini ada pada rokok, karena ia selalu tertulis di bagian samping kemasan rokok. Nikotin dapat menyebabkan adiksi (ketagihan) dengan tingkat toleransi yang cukup tinggi. Maksudnya adalah bahwa semakin lama dikonsumsi maka semakin bertambah persentase ketagihannya. 

Jika nikotin dikonsumsi secara terus-menerus, ia akan membuat kecerdasan otak menurun. Hal tersebut diakibatkan oleh karena nikotin dapat memacu produksi hormon adrenalin. Jika hal ini dibiarkan terjadi dalam jangka waktu yang lama, ia akan menyebabkan denyut jantung menjadi lebih cepat sehingga jantung bekerja lebih kuat. Mau tidak mau jantung akan memerlukan lebih banyak oksigen dari biasanya. Otomatis, hal ini berisiko dan dapat mengakibatkan serangan jantung koroner.

  • Tar

Zat lainnya yang banyak dikenal oleh banyak orang terdapat pada rokok adalah tar. Sama halnya dengan nikotin, tar selalu tertulis di bagian samping bungkus rokok. Sehingga itu yang membuatnya banyak diketahui oleh banyak orang.

Biasanya, zat yang bernama tar ini banyak digunakan untuk mengaspal jalan raya. Bayangkan apabila zat yang seharusnya ada pada aspal, bisa masuk ke dalam tubuh melalui menghisap rokok. Jika tar masuk ke dalam tubuh secara terus-menerus, maka lama-kelamaan ia akan menyebabkan kanker.

  • Karbon Monoksida

Karbon monoksida merupakan salah satu zat berbentuk gas yang terdapat rokok. Gas ini biasanya dan seharusnya hanya ada pada asap kendaraan. Namun ternyata, gas berbahaya ini juga ditemukan pada asap yang keluar dari hisapan rokok yang dilakukan oleh para perokok. Sehingga menyebabkan gas yang biasanya lebih banyak di udara malah masuk juga ke dalam tubuh manusia.

Gas ini dapat berikatan kuat dengan haemoglobin darah. Karbon monoksida yang berikatan dengan haemoglobin darah akan membuat jantung seorang perokok yang seharusnya membutuhkan lebih banyak oksigen ternyata malah mendapat oksigen yang lebih sedikit. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan bertambahnya risiko penyakit jantung dan paru-paru, serta penyakit saluran nafas.

sumber foto : pexels.com

Selain itu, stamina serta daya tahan tubuh si perokok juga berangsur-angsur akan menurun. Karbon monoksida yang terdapat pada tubuh manusia juga dapat mengakibatkan terganggunya sistem peredaran darah normal. Pembuluh darah yang mengalirkan darah juga dikhawatirkan akan mengalami kerusakan. Jika pembuluh darah rusak, akan terdapat endapan-endapan lemak yang dapat membuat pembuluh darah menjadi tersumbat. Hal tersebut dapat meningkatkan risiko terkena serangan jantung atau bahkan mati mendadak.

Apa alasan yang membuat seseorang merokok?

Tentunya, seseorang yang menghisap rokok untuk pertama kalinya memiliki banyak alasan. Namun walaupun begitu, alasan-alasan yang ada bukan berarti menjadikan merokok sebagai tindakan yang benar. Justru, adalah sebuah kesalahan jika seseorang yang tadinya tidak merokok lalu mulai mendekati rokok dan kemudian menjadi seorang perokok.

Alasan yang banyak diutarakan oleh banyak orang adalah coba-coba. Seperti tindakan tak benar lainnya, awalnya coba-coba, lama-lama ketagihan. Alhasil berakhir menjadi pecandu. Selain coba-coba, biasanya pergaulan akan menarik mereka yang tidak pernah merokok menjadi seorang perokok, khususnya pada anak-anak dan remaja. Tak sedikit anak-anak dan para remaja yang ikut-ikutan merokok oleh karena lingkungan sekitar yang membawanya. Bisa jadi karena paksaan dari orang-orang sekitar, atau mungkin mereka yang tergiur untuk mencoba. Mereka-mereka yang mencoba pertama kali–khususnya anak-anak dan remaja– kebanyakan merasa bahwa merokok merupakan salah satu trend. Maka dengan ikut-ikutan merokok, mereka merasa mengikuti trend dan terlihat lebih keren. Padahal itu trend yang tidak baik untuk ditiru dan diikuti.

sumber foto : pexels.com

Alasan lain yang banyak terdengar adalah mereka mencontoh orang tuanya. Alasan ini masih berhubungan dengan alasan trend tadi. Yakni ketika anak melihat orang tuanya merokok kemudian ia tertarik untuk mengikutinya, ia akan melakukan hal yang tak diduga, pergi mengajak temannya bermain dan memberi ide untuk membeli rokok. Ketika ia sudah mulai merasa jadi seorang perokok, ia akan merasa bisa sekeren orang tuanya. Pemikiran yang seperti itu terbilang dangkal.

Padahal jika ingin terlihat keren tak harus merokok. Cukup mereka menorehkan prestasi yang membanggakan, itu akan terlihat jauh lebih keren daripada menjadi seorang perokok.

Seberapa mematikankah rokok?

Berdasarkan hasil survei dari Global Burden of Disease (GBD) pada tahun 2019 menyebutkan bahwa tembakau membunuh sekitar 290.000 orang setiap tahunnya. Lebih dari 52.000 kematian ini disebabkan oleh paparan asap orang lain (secondhand).

Selain itu, pada tahun 2021, Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), University of Washington menemukan bahwa tembakau adalah penyebab seperempat (25,3%) dari seluruh kematian pria dan 7,2% dari kematian perempuan. Secara keseluruhan, 17,0% dari semua kematian disebabkan oleh tembakau.

Lalu, vizhub health data juga menemukan bahwa tembakau adalah penyebab 59,6% kematian akibat kanker trakea, bronkus, dan paru-paru, 59,3% kematian akibat penyakit paru-paru obstruktif kronis, 28,6% dari kematian akibat penyakit jantung iskemik, 20,6% kematian akibat diabetes melitus, dan 19,7% kematian akibat stroke.

sumber foto : pexels.com

Indonesia darurat perokok anak?

Berdasarkan hasil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (LPB), dan Ministry of Health Republic Indonesia, pada tahun 2018, terdapat 33,8% orang dewasa Indonesia yang berusia 15 ke atas sudah menggunakan tembakau. Sebanyak 62,9% adalah laki-laki dan 4,8% adalah perempuan.

Sedangkan berdasarkan survei Indonesia Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada tahun 2019, terdapat sebanyak 19,2% anak muda yang berusia 13-15 tahun menggunakan tembakau. Jika diakumulasikan, sebanyak 35,6% remaja putra dan 3,5% remaja putri. Selain itu, sebanyak 18,8% anak muda merokok, dan 1% menggunakan tembakau nirasap.

Melihat beberapa hasil survei di atas, maka sudah terlihat bahwa saat ini, Indonesia sedang mengalami darurat perokok anak. Bahkan, hal itu diperkuat dengan hasil survei lain yang dilakukan oleh Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas), yakni bahwa jumlah perokok anak yang berusia 10-18 tahun meningkat menjadi 9,1% atau sekitar 3,2 juta, dari yang sebelumnya 7,2% pada 2013.

Ada tiga faktor eksternal yang menyebabkan jumlah perokok anak terus meningkat. Yakni, serbuan iklan, promosi dan sponsor rokok yang menyasar anak sebagai target dan membuat rokok terlihat normal, akses rokok yang mudah dan harga yang murah sehingga terjangkau anak, serta faktor pengaruh panutan dan kelompok sebaya. Bahkan, lingkungan keluarga menjadi faktor pengaruh kedua terbesar 43,6% setelah iklan rokok dan rasa ingin tahu (Huda, 2018).

Apa yang harus dilakukan?

Sebenarnya, Indonesia memiliki peraturan yang bertujuan mengendalikan konsumsi rokok, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan atau PP No.109/2012. Namun, karena dinilai tidak mampu mengendalikan jumlah perokok anak dan kematian akibat rokok, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) bersama Kementerian Kesehatan tengah berupaya merevisi PP 109/2012. Kemenko PMK telah menyelenggarakan uji publik atas revisi PP tersebut di Jakarta, pada akhir Juli 2022 lalu.

Menurut Komnas Pengendalian Tembakau, dalam uji publik itu masih banyak pihak yang tidak setuju merevisi pasal-pasal dalam PP tersebut. Adapun revisi PP itu meliputi lima hal pokok.

  • Perluasan peringatan kesehatan bergambar 

  • Larangan penjualan ketengan 

  • Larangan iklan terutama di internet dan media luar ruang, promosi, dan sponsor rokok 

  • Pengaturan rokok elektronik seperti pada rokok konvensional 

  • Pengawasan dan sanksi

Entah apa alasan beberapa pihak tidak setuju dengan revisi ini. Padahal, jika ditelisik, adanya revisi ini dapat membantu menurunkan tingkat perokok anak dan kematian akibat rokok sedikit demi sedikit. Sehingga, untuk sementara ini, revisi PP menjadi solusi terbaik.

Sumber dan referensi

Comments

Popular posts from this blog

Data Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2020 – 2022 (Berdasarkan Data BPS Banten)

Kemiskinan adalah permasalahan sosial yang serius di seluruh dunia. Hal ini terjadi ketika individu, keluarga, atau komunitas tidak memiliki akses yang memadai terhadap sumber daya ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan peluang lainnya yang penting untuk memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan taraf hidup mereka. Kemiskinan tidak hanya melibatkan keterbatasan finansial semata, tetapi juga kekurangan dalam berbagai aspek kehidupan. Orang-orang yang hidup dalam kemiskinan sering mengalami kesulitan dalam memperoleh makanan yang cukup, air bersih, sanitasi yang layak, perumahan yang layak, pendidikan berkualitas, layanan kesehatan, dan kesempatan kerja yang layak. Mereka sering terperangkap dalam lingkaran kemiskinan yang sulit untuk ditinggalkan. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan dalam suatu negara atau wilayah adalah jumlah penduduk miskin. Data tentang jumlah penduduk miskin membantu dalam memahami dan merencanakan kebijakan untuk mengatasi masalah ke

Menggali Kelebihan ASUS Vivobook Go 14 Flip yang Bikin Saya Jatuh Cinta

  Kemarin siang, sekitar pukul 14.00 WIB, saya menjalani proses wawancara yang sangat dinanti-nantikan. Wawancara ini dilakukan secara daring melalui platform Google Meet, tautan untuk pertemuan ini telah dikirimkan oleh pihak HRD sebelumnya. Sumber foto: asus.com Awalnya, saya sangat bersemangat menunggu momen ini karena merupakan pengalaman pertama saya mengikuti wawancara. Namun, ketika HRD masuk ke dalam ruang virtual, saya segera menghadapi kendala yang tidak terduga. Suara yang saya ucapkan tidak terdengar di sisi mereka, sementara suara HRD terdengar dengan jelas di pihak saya. Ketika menghadapi masalah ini, perasaan saya menjadi sedikit terguncang. Saya berharap semuanya akan berjalan lancar, mengingat saya sebelumnya tidak pernah mengalami masalah serupa saat menggunakan platform lain seperti Zoom Meeting dengan perangkat keras yang sama. Namun, ternyata situasinya berbeda kali ini. Akhirnya, HRD mengambil inisiatif untuk melanjutkan wawancara melalui WhatsApp dengan tujuan me

Belajar Data Science Lancar Tanpa Ngelag dengan ASUS Vivobook Pro 14 OLED (M3400)

Sebagai mahasiswa semester akhir, saya tentunya dituntut untuk memiliki skill yang akan digunakan dalam dunia kerja. Skill yang dibutuhkan sesuai jurusan saya adalah mengajar. Ya, mengajar. Hal itu dikarenakan saya berkuliah di jurusan yang amat sangat berkaitan dengan dunia pendidikan, tepatnya jurusan Pendidikan Matematika. ASUS Vivobook Pro 14 OLED | asus.id Namun sejujurnya, saya kurang begitu senang jika disuruh mengajar. Bukan karena tidak ikhlas atau sejenisnya. Melainkan karena tiap kali dipercaya untuk mengajar, saya merasa takut tidak bisa menjadi pengajar yang baik untuk siswa. Hal itu disebabkan oleh karena saya merasa bahwa kemampuan public speaking saya yang masih kurang dan jauh dari sempurna. Sehingga saya khawatir, bukannya membuat siswa betah dan nyaman dalam mengikuti proses pembelajaran, malah membuat siswa cenderung bosan dan malas untuk memerhatikan. Untuk itu, karena saya merasa sepertinya saya tidak bisa menjadi maksimal jika mengajar, maka saya berpikira