Skip to main content

Lengking Burung Kasuari, Cerita dalam Sudut Pandang Anak Usia 7 Tahun

 Oleh: Ahmad Miftahul Farohi

Lengking Burung Kasuari adalah buku pertama yang saya pinjam tatkala saya mengunduh aplikasi iPusnas untuk pertama kalinya. Saat itu, saya masuk dalam sebuah grup/komunitas di WhatsApp yang mana salah satu programnya adalah membaca buku dengan judul yang disamakan dalam batas waktu yang telah ditentukan, kurang lebih sekitar semingguan.

Cover buku Lengking Burung Kasuari | sumber: ebooks.gramedia.com

Awalnya, semua anggota grup dipersilakan oleh admin untuk mengusulkan judul-judul buku yang tersedia di iPusnas untuk dibaca bersama pada program tersebut. Saya sendiri sempat mengajukan buku yang berjudul “Metropolis” karya Windry Ramadhina. Alasan saya mengajukan judul tersebut adalah karena ia merupakan genre favorit saya, yakni genre misteri kriminal. Namun karena hanya akan ada satu buku yang dipilih dari belasan judul buku yang diusulkan oleh anggota grup, maka digunakanlah sistem vote untuk memilihnya.

Alhasil, judul yang terpilih adalah buku “Lengking Burung Kasuari” karya Nunuk Y. Kusmiana karena mendapatkan vote yang paling tinggi, yakni sebanyak lima vote mengungguli judul lain yang hanya mendapatkan satu sampai dua vote saja, bahkan ada beberapa judul yang tidak mendapatkan vote sama sekali.


Buku “Lengking Burung Kasuari”

Satu hal yang membuat saya terkejut. Ternyata, buku “Lengking Burung Kasuari” ini pernah menjadi pemenang unggulan pada Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun 2016. Selain itu, buku ini juga merupakan karya kedua terbaik di Kusala Sastra Khatulistiwa tahun 2017. Hebat sekali, ya?

Buku ini menceritakan tentang kehidupan sebuah keluarga tentara dan kesehariannya dalam sudut pandang seorang anak kecil berusia 7 tahun. Anak itu bernama Kinasih, atau akrabnya dipanggil Asih. Asih dan keluarganya berasal dari Jawa Timur. Mereka pindah ke Jayapura karena ayah Asih ditugaskan di Papua pasca kejadian Trikora tahun 1970. Asih tinggal bersama Bapak, Ibu, dan juga adiknya yang bernama Tuti di sebuah kompleks perumahan yang memang disediakan untuk anak dan istri para tentara.

Satu hal yang perlu diketahui. Meskipun judulnya menyebutkan “Burung Kasuari”, tapi buku ini tidak membahas secara detail tentang salah satu burung raksasa khas Papua ini. Satusatunya hal yang diceritakan tentang “Burung Kasuari” pada buku ini adalah bahwa di bawah pohon Kersen tempat “tongkrongan” Asih dan salah satu temannya yang bernama Sendy terdapat kandang babi yang juga dihuni oleh seekor burung Kasuari. Burung itu sering melengking keras jika melihat Asih dan Sendy memanjat naik ke pohon Kersen tersebut.


Konflik dalam Cerita

Sebenarnya, ada beberapa konflik pada buku ini, namun saya hanya mengingat dua konflik utama yang menarik perhatian dan membawa saya ke dalam suasana konflik tersebut. Maklum, sudah dua tahun yang lalu sejak saya selesai membacanya.

Pertama, konflik internal keluarga Asih. Ia dan adiknya yang sering merasa kesepian akibat kedua orang tuanya bekerja. Bapaknya ke kantor tentara dan Ibunya membuka kios yang jaraknya cukup jauh jika ditempuh dengan jalan kaki. Alasan Ibunya membuka kios dikarenakan gaji suaminya yang terbilang kecil meskipun ia adalah seorang tentara. Karena sering merasa kesepian, tak jarang Asih dan adiknya beberapa kali pergi ke kios Ibunya sepulang sekolah untuk menghilangkan rasa sepi dan bosan di rumah.

Kedua, konflik yang paling membuat saya terbawa suasana adalah konflik antara Tante Tamb dengan Asih. Tante Tamb sering berbuat semena-mena kepada Asih. Ia sering menyuruh Asih untuk mengambilkan minyak tanah tapi ia tak membayarnya. Bahkan Tante Tamb sendiri berkali-kali mengambil barang (yang merupakan dagangan Ibunya) dari rumah Asih, seperti bawang merah dan barang dagangan Ibunya yang lain. Namun seperti biasa, ia lagilagi tak membayarnya. Itu tidak hanya terjadi sekali, melainkan hampir tiap hari. Karena bingung mau melakukan apa terhadap perbuatan tetangganya itu, Asih diam saja sampai pada akhirnya hal tersebut diketahui oleh kedua orang tua Asih.

Dua konflik tersebut yang menurut saya menikmati ketegangan cerita dalam buku ini, mulai dari ‘merasa bosan’ hingga ‘takut kena marah orang tua’. Sayangnya, karena cerita dalam buku ini menggunakan sudut pandang anak-anak, maka konflik-konflik yang terjadi di dalamnya juga terasa ‘sepele’ bagi orang dewasa yang mambacanya. Jika Anda membaca buku ini, jangan lupa Anda tempatkan diri Anda kembali menjadi anak-anak agar dapat merasakan ketegangan dalam konflik-konflik yang terlihat ‘sepele’ tersebut.


Hal yang Agak Membingungkan

Sejujurnya, saat membaca bab awal, saya kira buku ini akan bercerita tentang penyelidikan kasus ‘tukang potong kep’ yang mencari kepala anak-anak untuk dijadikan sejenis ‘persembahan’ dalam pembangunan sebuah jembatan. Namun ternyata, pada bab berikutnya tidak ada kelanjutan terkait ‘tukang potong kep’ ini dan berlalu begitu saja. Hal itu membuat saya bingung dan berpikir, ‘kenapa bagian tersebut tidak dihilangkan saja kalau tidak ada lanjutannya?’

Satu lagi hal yang menurut saya agak disayangkan, yakni jalan ceritanya yang terasa lambat. Oleh karena itu, ada beberapa bagian yang saya percepat pembacaannya karena merasa bosan. Bahkan saya sempat melewatkan beberapa bagian karena dirasa ‘kurang berpengaruh’ dalam cerita.


Penutup

Buku “Lengking Burung Kasuari” ini merupakan novel yang bercerita tentang keseharian sebuah keluarga tentara dalam sudut pandang Asih yang masih berusia 7 tahun. Konflik dalam cerita di buku tidak terlalu menegangkan. Namun jika pembaca menempatkan posisinya sebagai Asih, maka ketegangan konflik yang sebelumnya terlihat ‘sepele’ akan terasa lebih menegangkan dan membawa pembaca masuk dalam suasana sebagai Asih.

Sekian dan terima kasih.

Comments

Popular posts from this blog

Data Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2020 – 2022 (Berdasarkan Data BPS Banten)

Kemiskinan adalah permasalahan sosial yang serius di seluruh dunia. Hal ini terjadi ketika individu, keluarga, atau komunitas tidak memiliki akses yang memadai terhadap sumber daya ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan peluang lainnya yang penting untuk memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan taraf hidup mereka. Kemiskinan tidak hanya melibatkan keterbatasan finansial semata, tetapi juga kekurangan dalam berbagai aspek kehidupan. Orang-orang yang hidup dalam kemiskinan sering mengalami kesulitan dalam memperoleh makanan yang cukup, air bersih, sanitasi yang layak, perumahan yang layak, pendidikan berkualitas, layanan kesehatan, dan kesempatan kerja yang layak. Mereka sering terperangkap dalam lingkaran kemiskinan yang sulit untuk ditinggalkan. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan dalam suatu negara atau wilayah adalah jumlah penduduk miskin. Data tentang jumlah penduduk miskin membantu dalam memahami dan merencanakan kebijakan untuk mengatasi masalah ke

Menggali Kelebihan ASUS Vivobook Go 14 Flip yang Bikin Saya Jatuh Cinta

  Kemarin siang, sekitar pukul 14.00 WIB, saya menjalani proses wawancara yang sangat dinanti-nantikan. Wawancara ini dilakukan secara daring melalui platform Google Meet, tautan untuk pertemuan ini telah dikirimkan oleh pihak HRD sebelumnya. Sumber foto: asus.com Awalnya, saya sangat bersemangat menunggu momen ini karena merupakan pengalaman pertama saya mengikuti wawancara. Namun, ketika HRD masuk ke dalam ruang virtual, saya segera menghadapi kendala yang tidak terduga. Suara yang saya ucapkan tidak terdengar di sisi mereka, sementara suara HRD terdengar dengan jelas di pihak saya. Ketika menghadapi masalah ini, perasaan saya menjadi sedikit terguncang. Saya berharap semuanya akan berjalan lancar, mengingat saya sebelumnya tidak pernah mengalami masalah serupa saat menggunakan platform lain seperti Zoom Meeting dengan perangkat keras yang sama. Namun, ternyata situasinya berbeda kali ini. Akhirnya, HRD mengambil inisiatif untuk melanjutkan wawancara melalui WhatsApp dengan tujuan me

Belajar Data Science Lancar Tanpa Ngelag dengan ASUS Vivobook Pro 14 OLED (M3400)

Sebagai mahasiswa semester akhir, saya tentunya dituntut untuk memiliki skill yang akan digunakan dalam dunia kerja. Skill yang dibutuhkan sesuai jurusan saya adalah mengajar. Ya, mengajar. Hal itu dikarenakan saya berkuliah di jurusan yang amat sangat berkaitan dengan dunia pendidikan, tepatnya jurusan Pendidikan Matematika. ASUS Vivobook Pro 14 OLED | asus.id Namun sejujurnya, saya kurang begitu senang jika disuruh mengajar. Bukan karena tidak ikhlas atau sejenisnya. Melainkan karena tiap kali dipercaya untuk mengajar, saya merasa takut tidak bisa menjadi pengajar yang baik untuk siswa. Hal itu disebabkan oleh karena saya merasa bahwa kemampuan public speaking saya yang masih kurang dan jauh dari sempurna. Sehingga saya khawatir, bukannya membuat siswa betah dan nyaman dalam mengikuti proses pembelajaran, malah membuat siswa cenderung bosan dan malas untuk memerhatikan. Untuk itu, karena saya merasa sepertinya saya tidak bisa menjadi maksimal jika mengajar, maka saya berpikira