Akhir-akhir ini, dunia sedang dalam keadaan genting disebabkan oleh
merebaknya wabah sebuah jenis virus yang dikenal dengan Covid-19 atau
singkatnya disebut virus Corona. Wabah virus Corona ini pertama kali ditemukan
kasusnya di daerah Tiongkok, tepatnya di kota Wuhan. Hal yang menyebabkan
munculnya virus Corona di kota Wuhan tersebut masih menjadi perdebatan
dikarenakan ada beberapa asumsi terkait munculnya virus tersebut.
Ada asumsi yang mengatakan bahwa virus Corona berasal dari daging
hewan buas seperti kelelawar dan hewan buas lainnya yang dijual di pasar Wuhan.
Namun, asumsi ini terbantahkan oleh karena di Indonesia juga terdapat sebuah
pasar yang menjual daging hewan buas, tepatnya di daerah Manado. Tetapi
masyarakat sekitar tidak menemukan atau mengalami gejala apapun yang berkaitan
seperti gejala virus Corona.
Ada lagi asumsi yang menyebut bahwa virus Corona berasal dari
bocornya laboratorium biologi di Wuhan sehingga menyebabkan munculnya virus
Corona. Namun, asumsi tersebut belum ada yang menjamin kebenarannya dikarenakan
belum ada bukti yang cukup kuat untuk mendukungnya.
Dalam KBBI, wabah memiliki arti sebagai penyakit menular yang
berjangkit dengan cepat dan menyerang sejumlah besar orang di daerah yang luas.
Wabah juga berasal dari bahasa Arab, yaitu Al-Waba’. Maknanya pun sama,
sebuah penyakit menular dan berjangkit dengan cepat. Selain Al-Waba’,
wabah dalam bahasa Arab juga disebut dengan istilah Tha’un.
Menurut Syeikh Ibnu Hajar Al-Asqalani, seorang ahli hadits madzhab
Syafi’I yang terkemuka, menjelaskan bahwa Tha’un adalah “Suatu penyakit
yang merusak lingkungan udara, merusak badan, dan menganggu ketenangan jiwa”. Syeikh
Ibnu Hajar juga menyebut bahwa wabah/Tha’un adalah “suatu penyakit yang
menyerang seluruh manusia dan terjadi di waktu yang bersamaan dengan jenis
penyakit yang sama.”
Pada intinya, wabah memiliki pengertian yang sama. Baik menurut
KBBI maupun menurut Syeikh Ibnu Hajar Al-Asqalani, yaitu sebagai penyakit yang
menular dengan cepat yang menyerang banyak umat manusia, baik muslim maupun non
muslim, baik kaya maupun miskin, semua berisiko sama bisa terkena penyakit
tersebut.
Dalam catatan sejarah, wabah pernah terjadi menyerang umat manusia,
umat Islam salah satunya. Maka sudah bukan suatu keheranan ketika saat ini umat
manusia diserang oleh sebuah wabah penyakit yang disebabkan oleh virus Corona.
Dalam kitab Al-Adzkar An-Nawawiyah karangan Imam Nawawi dijelaskan dalam
suatu fasal tentang wabah/Tha’un yang pernah melanda umat Islam. Abu
Hasan Al-Madani sebagaimana dikutip Imam Nawawi menuturkan bahwasannya terdapat
lima macam wabah/Tha’un yang terkenal pernah melanda, yaitu :
Pertama, Tha’un Syiruwaih yang melanda kota Madain pada
tahun 6 H di masa Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Kedua, Tha’un Ammawas yang terjadi di masa pemerintahan
khalifah Umar bin Khattab. Wabah ini melanda Negeri Syam dengan pusatnya berada
di kampong kecil Ammawas. Wabah ini memakan korban hingga puluhan ribu jiwa. Salah
satu korban di antaranya adalah sahabat Rasulullah SAW, Muadz bin Jabbal.
Ketiga, Tha’un yang terjadi di masa Ibnu Az-Zubair pada
bulan Syawal tahun 69 H. Wabah ini setiap harinya memakan korban hingga tujuh
puluh ribu jiwa. Di antara korban jiwa tersebut adalah anak-anak dari sahabat
Rasulullah, yaitu anak-anaknya Anas bin Malik dan anak-ananya Abdul Rahman bin
Abi Bakrah banyak yang meninggal akibat wabah ini.
Keempat, Tha’un Al-Futyaat yang terjadi pada bulan Syawal
tahun 87 H. Dinamakan Tha’un Al-Futyaat, menurut Ibnu Qutaibah, karena
pada mulanya wabah ini menjangkit para gadis di kota Bashrah, Wasith, Syam dan
Kuffah. Wabah ini juga dikenal dengan nama Tha’un Al-Asyraf karena wabah
ini melanda orang-orang terhormat.
Kelima. Tha’un yang terjadi di Kota Sikkatul Marbad pada
bulan Rajab tahun 131 H. Wabah ini semakin merebak pada bulan Ramadan. Setiap
harinya, wabah ini menewaskan hingga seribu orang.
Dalam kitab Badzl Al-Ma’un Fi Fadhl At-Tha’un karangan
Syeikh Ibnu Hajar al-Asqalani disebutkan bahwa pada tahun 794 H, sebuah wabah/Tha’un
yang cukup mematikan pernah melanda kota Damaskus. Kemudian, seluruh umat Islam
di Damaskus tersebut melakukan kegiatan doa bersama di tempat terbuka berharap
agar wabah segera hilang. Namun, setelah kegiatan doa bersama itu dilakukan,
bukannya hilang, wabah/Tha’un malah menjadi semakin besar dan mematikan.
Padahal, sebelum diadakannya kegiatan doa bersama tersebut, wabah/Tha’un
bisa terbilang masih dalam skala kecil.
Hal serupa juga pernah terjadi di Mesir, tepatnya di kota Kairo. Saat
itu, tepatnya pada tanggal 27 Rabiul Akhir tahun 833 H terjadi sebuah wabah/Tha’un
yang melanda kota tersebut. Sama halnya dengan di Damaskus, masyarakat Kairo
membuat sebuah perkumpulan untuk berdoa bersama berharap agar wabah segera
berakhir dan hilang, akan tetapi wabah tersebut malah menjadi semakin parah
setelah kumpul bersama itu dilakukan.
Tadinya, jumlah orang yang meninggal disebabkan karena wabah
tersebut hanya berkisar di bawah 40 orang. Namun, belum menginjak satu bulan setelah
kegiatan doa bersama itu dilakukan, jumlah orang yang meninggal akibat wabah di
kota Kairo bisa mencapai seribu orang dalam satu harinya dan semakin bertambah
banyak.
Dari kasus wabah di Damaskus dan Kairo, kita dapat melihat bahwa wabah akan semakin merebak jika diadakan sebuah kegiatan yang mengandung unsur perkumpulan dan keramaian walaupun itu untuk berdoa bersama sekalipun. Maka dari itu, pemerintah mengimbau agar masyarakat menerapkan social distancing agar dapat memutus rantai penyebaran virus Corona sedikit demi sedikit. Sehingga kita semua bisa terbebas dari kekangan wabah virus Corona dan kembali berkativitas seperti biasa.
Menes, 6 Mei 2020
Ahmad Miftahul Farohi
Comments
Post a Comment